Pasar golf memiliki kemiripan dengan industri perbankan karena keduanya memiliki cakupan yang terbatas serta pendekatan yang unik dalam menjangkau audiensnya.
“Pasar perbankan memiliki kesamaan dengan pasar golf. Market ini cukup terbatas dan memiliki karakteristik unik dalam menjangkaunya, ini yang menjadi persamaannya dengan golf,” ujar Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, S.E., dalam Workshop Bisnis yang diadakan oleh Golf Club Managers Association of Indonesia (GCMAI) dengan tema “Reimagining Golf: Strategi Transformasi dan Inovasi untuk Industri Golf di Indonesia”. Acara ini diselenggarakan di Damai Indah Golf, PIK Course pada Selasa, 18 Februari 2025, dan dihadiri lebih dari 100 peserta yang terdiri dari General Manager (GM) dan manajer lapangan golf dari seluruh Indonesia.
“Anda harus memahami karakteristik nasabah Anda. Setidaknya yang sudah ada harus tetap dijaga. Saya sepakat bahwa kita juga perlu mengembangkan tipe-tipe baru dari nasabah. Jika kita ingin menjangkau generasi milenial, kita harus memahami apa yang mereka sukai. Milenial menyukai tantangan. Sebelumnya, driving range hanya sebatas memukul bola dengan titik referensi 50 meter, 100 meter, 200 meter, hingga 300 meter. Namun, golf bukan hanya sekadar memukul bola sejauh mungkin,” lanjut Jahja.
“Saat ini, driving range yang lebih modern telah dilengkapi dengan teknologi digital. Teknologi ini dapat mengukur berbagai aspek, seperti jenis stik, jarak pukulan, hingga titik jatuh bola, sehingga menciptakan tantangan tersendiri bagi pemain. Tidak heran jika model driving range seperti ini berkembang pesat. Selain itu, kombinasi dengan hiburan, restoran, dan fasilitas lainnya semakin melengkapi pengalaman bermain golf,” tambahnya.
Jahja juga menyoroti bahwa generasi milenial lebih cepat dalam beradaptasi dengan digitalisasi, tetapi dari segi finansial, mereka masih kalah dibandingkan generasi yang lebih senior.
“Secara finansial, yang memiliki daya beli tinggi umumnya adalah mereka yang berusia 50 tahun ke atas. Memang ada milenial yang memiliki kekuatan finansial, tetapi jumlahnya masih relatif kecil. Namun, kita tidak boleh mengabaikan generasi muda ini karena dalam 3, 5, atau 10 tahun mendatang, mereka yang muda saat ini akan menjadi generasi senior yang memiliki daya beli lebih besar. Oleh karena itu, kita perlu merangkul semua segmen pasar,” jelasnya.
Ketua GCMAI, Rina Maharani, menjelaskan bahwa workshop ini bertujuan untuk mendukung pengembangan dan inovasi dalam industri golf.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan strategis serta inspirasi bagi transformasi dan pengembangan industri golf di Indonesia melalui diskusi mendalam serta sesi pengembangan kepemimpinan,” kata Rina.
“Saat ini, industri golf Indonesia berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada peningkatan minat pasca-pandemi, namun di sisi lain, jika tidak ada inovasi dan perubahan signifikan, industri ini bisa mengalami stagnasi,” tambahnya.
Sebagai General Manager Palm Hills Golf Club, Rina menekankan tiga aspek penting dalam industri golf yang harus diperhatikan agar tetap berkelanjutan.
“Pertama, profesionalisme dan manajemen yang baik. Pengelolaan golf tidak bisa dilakukan secara sembarangan, sehingga standar dan kompetensi harus terus ditingkatkan. Kedua, inovasi. Golf harus beradaptasi dengan teknologi untuk mencapai efisiensi. Ketiga, regenerasi. Tanpa adanya generasi penerus, industri ini bisa mengalami kemunduran,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rina mengidentifikasi empat tantangan utama yang dihadapi industri golf di Indonesia.
“Pertama, bagaimana mempertahankan minat masyarakat yang mulai mengenal golf setelah peningkatan popularitas pasca-pandemi. Kedua, menarik minat generasi muda yang memiliki preferensi berbeda dan lebih menyukai fleksibilitas serta digitalisasi. Ketiga, meningkatnya biaya operasional yang membuat efisiensi menjadi hal yang mutlak. Keempat, tantangan klasik dalam perawatan lapangan golf yang membutuhkan solusi inovatif,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Guru Besar FEB UI sekaligus Founder Rumah Perubahan, menegaskan bahwa perubahan adalah sesuatu yang terus berlangsung, termasuk dalam industri golf.
“Segala sesuatu mengalami perubahan, baik itu kehidupan, kompetisi, maupun permainan. Di Eropa, banyak klub malam yang tutup karena anak muda tidak lagi tertarik untuk mengunjunginya. Mereka lebih asyik dengan gadget mereka. Jika tren ini dibiarkan begitu saja, maka akan semakin sulit mengajak generasi muda untuk bermain golf,” ujar Rhenald.
Melihat perubahan dalam dunia usaha, Rhenald menekankan pentingnya inovasi serta pendekatan baru dalam kepemimpinan dan pemasaran.
“Diperlukan terobosan dan strategi pemasaran yang berbeda dari sebelumnya,” tambahnya.
Ia juga menyinggung konsep disrupsi, yaitu perubahan masif dan fundamental yang mengubah berbagai tatanan dan sistem. Dalam konteks ekonomi dan teknologi, disrupsi merujuk pada perubahan signifikan dalam cara hidup manusia.
Menurut Rhenald, data memiliki peran krusial dalam era disrupsi ini.
“Dengan data, kita dapat memahami pola perilaku konsumen, termasuk apa yang mereka beli, kapan mereka membeli, dan seberapa banyak mereka berbelanja. Dengan demikian, kita dapat memberikan layanan yang lebih baik,” pungkasnya.
Source : Golf Joy