Gelombang kebangkrutan sedang melanda Jepang, dengan lebih dari 1.000 perusahaan gulung tikar pada bulan Mei 2024. Ini merupakan pertama kalinya dalam satu bulan selama lebih dari satu dekade, menurut laporan Asahi. Kenaikan ini mencapai 42,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tokyo Shoko Research, sebuah lembaga riset kredit swasta, melaporkan bahwa total utang perusahaan yang bangkrut pada bulan Mei mencapai 136,7 miliar yen atau sekitar Rp 14,2 triliun. Penyebab gelombang kebangkrutan ini antara lain melemahnya yen dan biaya yang lebih tinggi. Dicabutnya stimulus pinjaman Covid-19 juga berkontribusi pada kebangkrutan ribuan bisnis.
Kenaikan kebangkrutan juga dipicu oleh kenaikan harga pasca pandemi Covid-19. Jumlah kebangkrutan terkait virus corona mencapai lebih dari 300 untuk pertama kalinya dalam setahun, sementara kebangkrutan akibat melemahnya yen mencapai 87 perusahaan. Industri konstruksi dan manufaktur menjadi yang terdampak paling besar.
Tokyo Shoko Research memprediksi bahwa gelombang kebangkrutan kemungkinan akan terus berlanjut di masa depan, mengingat biaya pasca Covid-19 terus meningkat.
Sumber: Media CNBC Indonesia